Poligami Boleh, Tapi Bukan Sunnah dalam Islam

Serius kepengen punya istri lebih dari satu? Nih baca hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ

“Barangsiapa yang memiliki dua orang istri, lalu ia condong kepada salah seorang dari keduanya, ia akan datang pada hari kiamat sedangkan bahunya dalam keadaan miring sebelah.”

~HR. Abu Daud, Nasa’i, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
poligami dalam islam

Al Ustadz Abu Zakariyya Riskhi Ariesta menjelaskan tentang hadits ini bahwa sebenarnya memiliki istri lebih dari satu itu menanggung konsekuensi yang berat dan tidak mudah, yang tidak akan ditanggung jika istrinya hanya satu. Ketika seseorang memutuskan menikah untuk yang kedua, ketiga, dan keempat, berarti dia sudah menyanggupi ancaman dalam hadits dari Abu Hurairah tadi (pundaknya miring di hari kiamat jika tidak adil terhadap istri-istrinya).

Dan madzhab Imam Ahmad berpendapat poligami bukanlah termasuk sunnah. Dan kebanyakan ahli fiqih dari berbagai madzhab berpendapat poligami hanya rukhshah (keringanan) bagi siapa yang tidak bisa menahan syahwatnya kecuali dengan menikah lagi.

Ini berbeda dengan kenyataan yang ada sekarang ini saat seorang lelaki meminang seorang perempuan, dia mensyaratkan calon istrinya agar kelak membolehkannya poligami. Ini keliru. Dia bermudah-mudahan memasukkan dirinya ke dalam orang-orang yang bisa terancam dalam hadits nabi tersebut, yang jika seandainya dia tidak berpoligami, tentu dia tidak akan terkena ancaman berpundak miring di hari kiamat nanti.

Kalau ada yang menyanggah, "Bukankah Nabi memiliki banyak istri?", maka jawabnya adalah karena ada tujuan-tujuan tertentu di dalamnya, bukan asal poligami.

Dan jika ada lagi yang menyanggah, "Bukankah para shahabat dulu juga berpoligami?" Maka jawabnya adalah banyak juga para shahabat yang tidak berpoligami. Dan bahkan banyak dari para ulama Islam yang tidak sempat menikah.

Sehingga dalam persoalan ini, yang dilihat bukanlah perbuatannya (dilakukan atau tidak), namun yang dilihat adalah acuan hukumnya apakah itu sunnah, sunnah muakkadah, atau hanya mubah.

Wallaahu ta'ala a'lam

Via: Muhammad Nikmatul Mu'minin Fadly