Bagaimana Shalatnya Penumpang Kereta Api?

shalatnya penumpang kereta api
Sumber gambar Ilustrasi: Google
Selama berkali-kali safar dengan kereta Bandung-Surabaya atau sebaliknya. Notabene memakan waktu 12 Jam lebih. Melewati waktu shalat maghrib, Isya', dan Shubuh di perjalanan. Yang seringkali terlihat (secara dzahir) beberapa penumpang depan atau samping atau belakang adalah muslim. Dan kenyataannya dari pengamatan adalah tidak mengerjakan shalat.

Awalnya berprasangka oh di Jama' di akhir, akan tetapi setelah tidak tidur dan melihat bahwa tidak mungkin menjamak 3 shalat sekaligus. Dan kenyataannya saat shubuh tiba, yang tampak adalah mereka tetap santai. Padahal telah jelas firman Allah -subhanahu wata'ala- :

{… إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا }

Artinya: “…Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.( QS. An Nisa: 103)

Shalat itu begitu penting, sehingga hanya gugur pada beberapa orang (misal orang haidh, mereka tidak boleh shalat -pen-), sedangkan bagi mereka yang masih mampu maka wajib secara tegas untuk menegakkan shalat, dan orang-orang sakit tetap dibebani kewajiban ini sesuai kemampuan mereka.

Kembali ke perkara meremehkan shalat dalam keadaan safar, maka Islam adalah agama yang sempurna. Tiada yang terluput darinya tentang kehidupan umatnya kecuali telah ada aturannya. Dari perkara yang terkesan remeh, hingga apalagi perkara yang penting seperti shalat. Dan seorang musafir (orang yang bepergian) tetap menyandang kewajiban shalat. Yang notabene tidak memberatkan meski dalam keadaan bergerak di kendaraan. Misal shalat dengan duduk, dan menghadap tidak wajib ke kiblat, sesuai kemampuannya.

Ibaratnya, shalat itu adalah dinding sebuah rumah di hutan. Yang membatasi penghuni rumah dengan dunia luar yang berbahaya. Dan yang hendaknya di khawatirkan seorang muslim adalah jatuhnya dia dalam kekafiran karena meninggalkan shalat.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir”

[Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52]

Terkait hukum kafir untuk setiap pelaku yang secara sadar dan sengaja meninggalkan shalat ini ada perkataan Syaikh Muhammad bin Sa'id Ruslan hafizhahullahu (secara makna) yang begitu mengena :

"Saya berpegang pada nash dan dalil yang mengatakan kafirnya mereka yang meninggalkan shalat. Adapun pendapat yang mengatakan tidak kafir, atau kufur yang tidak menyebabkan kekafiran. Maka saya katakan, apakah layak seorang muslim dengan sengaja menjerumuskan dirinya ke kekufuran ?"

Jagalah shalatmu wahai saudaraku !

Oleh: Muhammad Nur Faqih - Jember (Mahasiswa ITB)